Memilih Pemimpin Menurut Islam
14 Maret 2019Memilih Pemimpin Menurut Islam
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah swt..
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ دَخَلَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ وَبَيْنَنَا وِسَادَةٌ مِنْ أَدَمٍ فَقَالَ إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ يَكْذِبُونَ وَيَظْلِمُونَ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكِذْبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَيُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ
Dari Ka’ab bin Ujrah ia berkata, “Rasulullah SAW pernah keluar atau masuk menemui kami, ketika itu kami berjumlah sembilan orang. Dan di antara kami ada bantal dari kulit. Baginda lalu bersabda: “Sesungguhnya akan ada setelahku para pemimpin yang berdusta dan dzalim. Barangsiapa mendatangi mereka kemudian membenarkan kebohongan mereka, atau membantu mereka dalam kezalimannya, maka ia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Serta ia tidak akan minum dari telagaku. Dan barangsiapa tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu mereka dalam berbuat kezaliman, maka ia adalah dari golonganku dan aku adalah dari golongannya. Dan kelak ia akan minum dari telagaku.” (HR Ahmad No: 17424), Status: Hadis Sahih
Agama Islam yang kita cintai bersama ini dan diridhai oleh Allah swt. ajarannya bersifat syamil dan mutakamil. Syamil artinya menyeluruh dan bersifat komprehensif, sedangkan Mutakamil artinya sempurna. Tak ada satu pun urusan di dunia ini, kecuali telah diajarkan dalam ‘dienul Islam’, termasuk dalam masalah bagaimana cara memilih pemimpin. Sebagaimana yanag akan kita hadapi sebentar lagi bulan depan 17 April, dimana kita akan memilih pemimpin-pemimpin yang akan mengatur urusan rakyat Indonesia, baik dalam bidang sosial, agama, politik, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dsb yang pasti akan sangat berpengaruh dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Dalam islam ada beberapa kriteria pemimpin yang disebutkan Allah dan RasulNya untuk menjadi pedoman kita dlm memilih pemimpin:
- Jujur dan Adil
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah swt. Pemimpin adalah faktor yang penting dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika seorang pemimpin itu berlaku jujur, tidak suka berbohong, menipu, bersandiwara, adil dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur dan sejahtera. Namun sebaliknya, jika pemimpinnya tidak jujur, suka berbohong, tidak adil, dan tidak amanah, maka ia akan mudah korup serta menzalimi rakyat yang dipimpinnya, dan pada akhirnya rakyatnya akan sengsara dan hidup dalam kemiskinan. Dari Ma’qil ra, berkata: “Saya akan menceritakan kepada engkau hadis yang saya dengar dari Rasullullah saw. Dan saya telah mendengar beliau bersabda:“Seseorang telah ditugaskan Tuhan untuk memerintahkan rakyat, kalau ia tidak memimpin rakyatnya dengan jujur, niscaya dia tidak akan memperoleh aroma bau surga.” (HR. Bukhari)
Sementara Keadilan yang diserukan Al-Qur’an pada dasarnya mencakup keadilan di bidang ekonomi, sosial, dan terlebih lagi dalam bidang hukum. Seorang pemimpin yang adil, indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi hukum, memandang dan memperlakukan semua manusia sama di depan hukum tanpa pandang bulu. Tidak hanya tegas kepada lawat politiknya, namun lemah kepada kawan koalisinya.
Hal inilah yang telah diperintahkan dalam Al-Quran dan dicontohkan oleh Rasullah saw. Ketika bertekad untuk menegakkan hukum, walaupun pelakunya adalah putri beliau sendiri, Fatimah misalnya.
Allah swt. telah berfirman dalam Al-Quran surat an-Nisa ayat 135:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap diri sendiri atau bapak ibu dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, Allah lebih mengetahui kemaslahatan keduanya.”
Barangsiapa yang mengetahui pemimpinnya tidak jujur dan zalim, maka ancaman Rasulullah sebagaimana hadits yang tadi khatib sampaikan, “Barangsiapa mendatangi mereka kemudian membenarkan kebohongan mereka, atau membantu mereka dalam kezalimannya, maka ia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Serta ia tidak akan minum dari telagaku. Dan barangsiapa tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu mereka dalam berbuat kezaliman, maka ia adalah dari golonganku dan aku adalah dari golongannya. Dan kelak ia akan minum dari telagaku.” (HR Ahmad No: 17424), Status: Hadis Sahih, Jangan sampai karena money politik 100-200rb, 1-2juta kita gagal menjadi umat Nabi Muhammad Saw.
- Kompeten dan ahli dalam kepemimpinan
Islam memberikan pedoman dalam memilih yang baik. Kepemimpinan harus diserahkan kepada orang yang ahli dibidangnya, sebab bila tugas kepemimpinan diserahkan kepada orang yang tidak cakap, maka tunggulah saat kehancurannya. Dalam hadis dijelaskan:
Idzaa wussidal amru ilaa ghoiri ahlihi fantazhiris saa’ah.
Artinya: ”Apabila sebuah urusan di serahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhari)
- Amanah
Pada zaman Nabi Muhammad saw. zaman sahabat dan salafu shalih, bila seseorang mendapat amanah sebuah jabatan, maka kata yang keluar pertama kali dari mulutnya adalah “Innaa lillaah...” karena ia mendapat amanah yang kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt.
Namun sebaliknya, pada zaman sekarang kebanyakan orang, apabila mendapat amanah sebuah jabatan tertentu, malah justru kata yang keluar dari mulutnya “Alhamdulillah...”
Padahal setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Kullukum roo’in wa kullukum mas’uulun ‘anro’iyyatihi
Artinya: “ Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimpinnya.”
5. Peduli terhadap Kepentingan Umat dan Bisa Mempersatukan Umat, bukan yang memecah belah umat dan melemahkannya.
Dalam memilih pemimpin, hendaklah kita memilih pemimpin yang bisa mempersatukan umat, bukan yang hanya mementingkan kelompok dan golongannya, apalagi yang memiliki ambisi pribadi yang tidak terpuji, seperti menjadi pemimpin untuk memperkaya diri sendiri, karena apalah artinya negri kita makmur kayaraya, maju secara ekonomi dan kesejahteraan, jika kita semakin jauh dari keberkahan dari Allah Swt.. jauh dari nilai-nilai agama, bencana dari Allah pasti tidak bisa kita hindari jika kita jauh dari nilai-nilai agama.
Semoga kita semua, bangsa dan negara kita diberi seorang pemimpin yang beriman, saleh, berlaku adil, amanah, dan mementingkan rakyat yang dipimpinnya. Jikapun tidak ada yang sempurna seperti itu minimal yang paling mendekati ciri tersebut. Aamin Yaa Robbal ‘Aalamiin.
Rizki Fauzan H. Lc dari berbagai sumber.
Baca juga
Nasihat tentang Kematian
Pemuda adalah generasi harapan bangsa.
4 Kunci Keberkahan dan Kebahagiaan Hidup
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Penyelenggaran Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19
Smart Edu : Bisnis Dunia Pendidikan Dan Solusi Anak Cerdas