Tafsir Fii Zhilalil Qur’an; Edisi Superluks Gema Insani Press. Diskon 27%
- Rp 2.100.000 Rp 1.533.000
- Availability: In Stock
Hard Cover (12 Jilid);
Penulis: Sayyid Quthb
Penerbit: Gema Insani Press
.
Sayyid Quthb merampungkan tafsir ini di dalam penjara selama kurun waktu lebih dari sepuluh tahun, kemudian mengakhiri hidupnya di tiang gantungan sebagai syahid. Ia membayar keyakinannya dengan darahnya. Dan tafsir ini adalah lukisan keyakinannya. Ia adalah tafsir iman atas Al-Qur’an, kata adiknya, Muhammad Quthb.
Pada dasarnya, semua karya ulama Islam yang mu’tamad (memenuhi persyaratan sehingga bisa dijadikan pegangan) sama hebatnya. Karya-karya mereka, khususnya dalam tafsir Al-Qur’an merupakan hasil interaksi mereka dengan Al-Qur’an secara intensif selama mereka hidup. Bahakan tidak jarang, pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an yang mendalam dan pengamalan isinya serta penyebaran nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara konsisten menyebabakan mereka menghadapi berbagai ujian, khususnya dari penguasa atau pihak-pihak yang menginginkan Al-Qur’an jauh dari kepala, hati, perasaan dan prilaku umat ini. Itulah yang dihadapi Sayyid Quthb, penulis tafsir Fii Zhilalil Qur’an yang merelakan hidupnya diakhiri di tiang gantung rezim Jamal Abdul Naser demi mempertahankan isi dan kemuliaan Al-Qur’an.
Sebab itu, semua tafsir karya ulama-ualama besara sepanjang sejarah memiliki kelebihan dan keistimewaan. Keistimewaan tersebut terletak pada konsentrasi dan permasalahan yang mereka tekankan sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi umat di zaman mereka masing masing.
Fii Zhilalil Qur’an juga demikian. Sayyid Quthb hidup di zaman penguasa-penguasa Islam yang amat zholim. Saking zholimnya, mereke memaksa umat ini hidup dengan sisitem jahiliyah yang mereka import dari Barat kolonialis yang notabene dibungkus ajaran Yahudi dan Nasrani yang jelas-jelas bertentangan dengan inti ajaran Al-Qur’an.
Di zaman Fii Zhilil Qur’an ditulis (sebagian besarnya ditulis Sayyid Quthb di Penjara Mesir), nyaris sulit membedakan antara al-Haq (kebenaran yang datang dari Alloh) dan al-Bathil (kebatilan yang datang dari manusia dan setan). Penjajah dengan segala pemikirannya menjadi tuan dan bahkan tuhan yang harus ditaati. Sednagkan penduduk negeri asli yang Muslim menjadi asing dan tamu di negeri sendiri. Antara Tauhid dan Syirik sudah nyaris tanpa beda. Antara iman dan kufur sudah tidak banyak lagi dibicarakan. Antara hati nurani, pikiran sehat dan hawa nafsu sudah samar. Antara carahaya dan kegelapan sudah tidak lagi menjadi perhatian. Bahkan antara Tuhan Pencipta (Alloh) dengan berhala-berhala yang disembah, baik dalam bentuk manusia, sistem hidup, tradisi nenek moyang, akal, ilmu pengetahuan, teknologi, patung, uang, jabatan dan sebagainya sudah tidak dihiraukan.
Bahkan, penguasa-penguasa dunia Islam saat itu dengan mudahnya memaksakan kepada umat ini untuk menerima dan mengakui yang hak menjadi batil, yang bathil menjadi hak, yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal. Lebih dari itu, ulama dan para aktivis dakwah yang menyuarakan al-Haq itu adalah Al-Haq dan al-Bathil itu adalah al-Bathil dimushi, dituduh dengan berbagai tuduhan yang mengerikan, lalu ditangkap, dipenjara dan bahkan Sayyid Quthb sendiri dibunuh di tiang gantung rezim Jamal Abdul Naser.
Dalam salah satu untaian syair, Sayyid Quthb bersenandung:
Saudaraku….. engkau bebas merdeka di balik jeruji besi…
Saudaraku…..
engkau bebas merdeka dengan belenggu ini…
Jika engkau benar-benar berlindung pada Allah….
maka tipu daya budak-budah itu tidak akan mencelakakanmu..
Saudarakau….
Jika kita mati, bebarati kita akan bertemu dengan para kekasih kita
(Rasul, Sahabat dan orang-orang sholih)
Taman syurgawi Robbku sudah disiapkan untuk kita…..
Dalam situasi dan kondisi seperti itulah Fii Zhilalil Qur’an ditulis dan disebarkan. Berkat taufiq dari Allah, sejak Fii Zhilal diterbitkan sampai hari ini, ia tetap menjadi rujukan berjuta-juta umat Islam dan bahkan oleh para ulama sendiri di seluruh penjuru dunia. Atau dengan kata lain, Fii Zhilal tetap menjadi best seller sejak diluncurkan sampai hari ini. Syaikh Abdulloh Azzam pada pertengahan 80-an pernah bercerita: Di Libanon, jika ada percetakan mulai bangkrut, para pemiliknya mencetak Fii Zhilalill Qur’an dan juga buku-buku Sayyid yang lain, maka percetakan tersebut terhindar dari kebangkrutan. Allohu Akbar….